NUSA DUA, BALI, KOMPAS.com--Hari ini World Culture
Forum (WCF) menyelesaikan beberapa agenda yang telah dijadwalkan. Sejak
dbuka oleh Presiden SBY pada pukul 10.00 Wita, dilanjutkan pemaparan
wacana budaya oleh Prof Dr Amartya Sen (Pemenang Nobel Ekonomi/ Harvard
University) dan Dr. Fareed Zakaria (Intelektual/ komentator di CNN).
Semula,
seusai pemaparan oleh kedua pembicara kunci tersebut tidak akan
dilakukan tanya jawab, namun karena tingginya antusiasme peserta, maka
DR Azumardi Azra yang bertindak sebagai moderator membuka kesempatan
kepada peserta diskusi untuk bertanya.
Dari materi yang
disampaikan oleh Prof Amartya, terungkap bahwa hubungan antarnegara
telah dibangun sejak lama, yakni pada era Kerajaan Sriwijaya. "Menurut
Pak Amartya, Indonesia telah memiliki tradisi ilmiah. Pada abad VII,
Indonesia telah menjadi pusat peradaban. Banyak warga China dan India
datang ke Sriwijaya untuk menuntut ilmu. Tradisi ini akan kita
kembangkan, sehingga bukan hanya kita yang menuntut ilmu ke luar negeri,
melainkan orang luar negeri juga datang ke Indonesia untuk belajar.
Sehingga kondisinya akan berimbang, ada pertukaran pelajar yang nyata.
Itu yang saya tangkap dari Prof Amartya dan Dr Fareed Zakaria," ungkap
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, M Nuh kepada wartawan di Nusa Dua,
Senin sore, (25/11/13).
Sementara sesi kedua setelah makan siang,
agenda yang digelar adalah pandangan dari 14 negara tentang pelaksanaan
WCF, termasuk pengalaman mereka terhadap pengembangan budaya di
masing-masing negara asal peserta. Salah satu yang menarik adalah yang
diungkap oleh delegasi dari Brazil, yang mengungkapkan bahwa pemerintah
Brazil berupaya mendekatkan kegiatan yang berbasis budaya dengan
masyarakat. Karena, menurut delegasi dari Brazil yang bernama Marcelo
Pedroso, selama ini budaya cenderung larinya ke elitisme.
Marcelo
pun mengajukan pertanyaan, bagaimana jika masyarakat ingin menyaksikan
pertunjukan opera dengan tiket mahal? Pun demikian yang terjadi di
Indonesia, betapa masyarakat Indonesia banyak yang tidak sanggup
menyaksikan Java Jazz karenatiket yang mahal. Cara yang diambil Brazil
menurut Marcelo, adalah memberi kartu yang bisa dipakai untuk menonton
film dan menyaksikan pertunjukan. Dalam hal ini peran pemerintah sangat
penting untuk memberi subsidi bagi seniman agar mereka dapat menutup
ongkos produksi dan juga sebagai honor.
Hal-hal seperti inilah,
kata M Nuh, yang akan menjadi masukan bagi "Bali Promise", selain juga
dari pidato Presiden SBY, pidato dua pembicara kunci, para pakar, NGO,
dan lain-lain sehingga akan dihasilkan rekomendasi.
Mengenai
kelanjutan WCF, Nuh tegas mengatakan, Indonesia tak ingin WCF menjadi
piala bergilir. "Karena kita ingin menjadi based culture, menjadi global
home atas semua dialog yang menyangkut kebudayaan," ujar Nuh.
Saat
Kompas.com mengajukan pertanyaan, mengapa tak ada Kepala Negara yang
hadir, seperti yang telah direncanakan sebelumnya, Nuh memberi alasan,
"Kita baru menyelenggarakan APEC bulan lalu, maka kita menyadari bahwa
tidak mungkin seorang kepala negara datang berkali-kali ke sebuah negara
dalam waktu yang berdekatan. Tapi kami bersyukur, acara ini dihadiri
oleh 65 negara, sebuah jumlah yang mengagumkan jika dibanding dengan
acara-acara internasional yang diselenggarakan oleh negara lan.
InsyaAllah, dengan konsistensi yang kita miliki, WCF akan terus
berkembang dan akan kita selenggarakan setiap dua tahun sekali. Untuk
itu, mau tidak mau, WCF kedua pada 2015 nanti akan kita masukkan ke
APBN. Saya harapkan, pemerintah ke depan masih bisa melaksanaan WCF."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar