KOMPAS.com — Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbott
mengatakan sudah membuat surat balasan untuk Presiden Indonesia Susilo
Bambang Yudhoyono terkait penyadapan. "Surat itu dalam proses
pengiriman," katanya di Sydney, Sabtu (23/11/2013), sebagaimana dilansir
laman The Guardian.
Sebagimana warta Antara, disebutkan dalam
kesempatan itu Abbott belum bersedia menjelaskan isi surat balasan untuk
menjawab surat yang dikirimkan Presiden Yudhoyono pada Rabu
(20/11/2013) malam. "Saya pikir salah bila menyebutkan apa yang saya
sampaikan dalam surat itu sebelum Presiden menerima surat balasan dari
saya," kata Abbott.
Presiden Yudhoyono mengirimkan surat berisi
protes kepada Abbott serta meminta penjelasan, sikap resmi, dan tanggung
jawab terkait isu penyadapan itu. Saat itu, Yudhoyono juga menyampaikan
sikap resmi pemerintah Indonesia.
Presiden Yudhoyono
mengungkapkan kekecewaannya atas tindakan tersebut. Pasalnya, Indonesia
dan Australia merupakan tetangga sekaligus mitra. Terlebih lagi, pada
2015, kedua negara telah meningkatkan hubungan kerja sama bilateral
menjadi kemitraan strategis. "Kalau ada yang mengatakan intelijen itu
bisa melakukan apa saja, saya justru bertanya, intelijen itu arahnya ke
mana, kenapa harus menyadap kawan bukan lawan, saya menganggap ini
masalah yang serius, bukan hanya aspek hukum. Saya kira hukum di
Indonesia dan Australia tidak memperbolehkan menyadap pejabat negara
lain," katanya.
Presiden Yudhoyono menambahkan, yang lebih
penting kalau berpikir jernih, ini tentu berkaitan dengan moral dan
etika sebagai sahabat, sebagai tetangga, sebagai mitra yang sebenarnya
menjalin hubungan yang baik. "Kalau Australia juga ingin menjaga
hubungan baik dengan Indonesia, saya masih tetap menunggu penjelasan dan
sikap resmi Australia," kata Presiden.
Presiden juga memutuskan
menghentikan tiga kerja sama RI-Australia, yakni kerja sama pertukaran
informasi dan data intelijen di antara kedua negara, menghentikan
seluruh kerja sama latihan bersama antara TNI dan Australia, serta kerja
sama operasi militer terkait dengan penyelundupan manusia.
"Tidak
mungkin dilanjutkan kalau tidak yakin tidak ada penyadapan," kata
Presiden seusai melakukan pertemuan dengan Menkopolhukam Djoko Suyanto,
Mensesneg Sudi Silalahi, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, Menlu Marty
Natalegawa, Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman, dan Duta
Besar Indonesia untuk Australia Najib Riphat Kesoema. Dubes Najib Riphat
telah kembali setelah dipulangkan ke Tanah Air sejak 19 November 2013.
Yudhoyono
menyatakan, Pemerintah RI mengharapkan sekali lagi penjelasan dan sikap
resmi dari Australia atas penyadapan itu sebagaimana yang telah diminta
melalui Menlu sejak beberapa minggu lalu bahwa AS dan Australia diduga
melakukan penyadapan terhadap Indonesia. "Apalagi dugaan kuat penyadapan
itu terjadi," kata Kepala Negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar